Walaupun masih bersifat usaha sampingan, beternak entok menjanjikan keuntungan.
Tegal
memang terkenal sebagai sentra produksi itik, terutama petelur. Namun,
seiring meningkatnya permintaan akan itik pedaging dari berbagai kota,
Kelompok Ternak Tani Itik (KTTI) Kemiri Barat, Tegal, Jateng, melakukan
diversifikasi usaha dengan mengembangkan ternak entok (Chairina moschata).
Menurut
Bambang Haryo Wicaksono, Ketua KTTI Kemiri Barat, walaupun masih
sampingan, usaha ternak entok sangat menjanjikan bagi peternak itik.
“Dengan membudidayakannya selama 90 hari akan memberikan keuntungan
tambahan,” ungkapnya. Buktinya, ia dapat mengantongi keuntungan bersih
Rp2 juta dari 200 ekor entok yang dipeliharanya selama 3 bulan.
“Melihat
hasil itu, saya akan menambah populasi pada periode selanjutnya. Memang
ternak ini merupakan tabungan, tapi harus dikelola dengan baik agar
tetap menguntungkan,” ujar Bambang yang sudah mencoba beternak entok
selama empat periode.
Irit Pakan
Bambang
mengawali usaha budidaya entok dengan membangun kandang sederhana yang
menghabiskan Rp450 ribu dan membeli anak entok umur sehari (day old duck-DOD) seharga Rp3.000 per ekor. “Saat ini kita mengusahakan sendiri bibitnya agar suplai dan kualitas DOD yang akan kita pelihara terjamin,” ungkapnya.
Selama
masa pemeliharaan, entok mudah dikontrol. Hanya pada umur 1—21 hari
saja yang harus dipantau secara rutin karena fase ini sangat rawan mati.
Jika berhasil melewati fase tersebut, jumlah kematian di bawah 10%.
Selain itu, biaya
pakan entok juga tidak terlalu besar, cuma mencapai Rp150/hari/ekor.
Bila dibandingkan biaya pakan itik yang menghabiskan Rp280/hari/ekor,
maka biaya pakan entok jelas lebih murah. Dilihat dari aroma dagingnya,
daging entok pun relatif kurang tajam daripada aroma daging itik
meskipun dengan pengelolaan sederhana.
Permintaan Tinggi
Pasar
entok, masih menurut Bambang, cukup besar. Meski ia tidak dapat
menunjukkan angka pasti, yang jelas, KTTI Kemiri Barat masih kewalahan
dalam memenuhi permintaan dari rumah makan yang menyajikan menu bebek
atau entok di kota Tegal saja. Belum lagi permintaan dari para pedagang,
masih banyak yang tidak mampu mereka layani. Karena itu, kelompok
peternak tersebut belum memasok ke pasar Jakarta. Selain dari Tegal,
permintaan juga ada dari Karawang, Cirebon, dan Brebes.
Harga
pasaran entok cukup tinggi. Harga per ekor paling rendah mencapai
Rp25.000. Bila mendekati hari raya, harga bisa terdongkrak sampai
Rp30.000—Rp40.000 per ekor. Lebih tinggi lagi pasaran entok jantan umur
dua bulan, sekitar Rp50.000 per ekor.
Entok-entok itu dipasarkan pada ukuran 2,6—3 kg untuk yang jantan, sedangkan yang betina berbobot 1,5—1,9 kg.
Saat
ini, KTTI Kemiri Barat melibatkan 400 peternak aktif untuk
mengembangkan budidaya itik dan entok dengan pola intensif. Hal ini
memang tidak wajib bagi anggota. “Jika peternak merasa tidak mampu,
mereka masih diperbolehkan dengan pola tradisional saja, tapi skala
50—60 ekor juga sudah intensif,” ungkap Bambang. Sejauh ini jumlah
populasi entok di kelompok tani juara nasional 2006 ini baru mencapai
700—1.000 ekor per periode.
Yan Suhendar
Analisis Usaha Tani Budidaya Entok Pedaging |
Peruntukan | Jumlah Biaya |
Biaya Kandang Sederhana 200 ekor | Rp 500.000 |
Biaya DOD 200 ekor x Rp3.500 |
Rp 750.000
|
Biaya Pakan : | |
1. Pakan voer ayam (1—15 hari ) 15 hari x 3 kg x Rp4.000 |
Rp 180.000
|
2. Pakan Ransum (16—90 hari) 75 hari x 56 kg x Rp200 |
Rp 840.000
|
Biaya Obat-obatan |
Rp 50.000
|
Biaya Tenaga Kerja |
Rp 150.000
|
Jumlah | Rp2.470.000 |
Hasil penjualan 90% dari 200 ekor, yaitu 180 ekor @ Rp25.000 |
Rp4.500.000
|
Pendapatan | Rp2.030.000 |
Sumber : KTTI Kemiri Barat
0 comments:
Posting Komentar